Rabu, 14 Desember 2016

makalah etnometodologi

ETNOMETODOLOGI
Makalah
Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah  : Teori Sosial
Dosen Pengampu : Suprihatiningsih, S.Ag, M.Si

Disusun Oleh :
Dwi Aprillia Hapsari             (1501046011)
Muhammad Marzuki            (1501046012)

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2016

PENDAHULUAN
       I.            Latar Belakang
Dalam kehidupan yang sifatnya dinamis ini, manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah bisa lepas dari individu-individu yang lain. Sehingga mereka akan selalu bersentuhan dengan indvidu lainnya, dengan kelompok individu, bahkan antara kelompok individu dengan kelompok individu yang lain, atau dalam dunia sosial lebih dikenal dengan istilah Interaksi Sosial. Interaksi sosial yang terbangun melahirkan gejala-gejala sosial (fakta sosial) dalam kehidupan masyarakat. Ilmu sosial hadir dengan tujuan untuk membangun pemahaman atas setiap fakta sosial yang terjadi ditengah masyarakat. Pemahaman tersebut dapat ditempuh melalui pengamatan sosial. Pengamatan sosial tidak hanya dilakukan dengan satu cara dan dari satu sudut pandang sosial saja, sehinggan hal ini kemudian melahirkan banyak metodologi yang dapat dipergunakan dalam melakukan pengamatan sosial. Diantara metodologi yang ada salah satunya adalah Etnometodologi.
Etnometodologi sebagai sebuah cabang studi sosiologi berurusan dengan pengungkapan realitas dunia kehidupan (lebenswelt) dari individu atau masyarakat. Sekalipun etnometodologi oleh beberapa pakar dipandang sebagai sebuah studi pembaharuan dalam sosiologi, etnometodologi memiliki kesamaan dengan beberapa pendekatan sosiologi sebelumnya yaitu fenomenologi.

    II.            Rumusan Masalah
A.    Apa yang dimaksud Etnometodologi ?
B.     Bagaimana Diversifikasi Etnometodologi ?
C.     Bagaimana Kritik terhadap Sosiologi Tradisional ?
D.    Bagaimana Ketegangan dan Tekanan dalam Etnometodologi ?




PEMBAHASAN

A.    Pengertian Etnometodologi
Istilah Etnometodologi (ethnomethodolgy) berasal dari bahasa Yunani yang berarti metode, yang digunakan orang dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Etnometodologi pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur dan pertimbangan (metode) yang dengannya maasyarakat biasa dapat memahami, mencari tahu, dan bertindak berdasarkan situasi dimana mereka menemukan dirinya sendiri.[1]
Pemahaman lebih mendalam tentang sifat dasar etnometodologi akan bisa didapatkan dengan meneliti upaya pendirinya Harold Garfinkel untuk mendefinisikannya. Sebagaimana Durkheim, Garfinkel menganggap fakta sosial sebagai fenomena sosiologi fundamental. Namun fakta sosial menurut Garfinkel sangat berbeda dari fakta sosial menurut Durkehim. Menurut Durkheim, fakta sosial berada diluar dan memaksa individu. Pandangan ini cenderung melihat aktor dipaksa atau ditentukan oleh struktur dan pranata sosial dan sedikit sekali kemampuannya atau tidak mempunyai kebebasan untuk memuat pertimbangan. Sebaliknya etnometodologi membicarakan obyektivitas fakta sosial sebagai prestasi anggota, sebagai produk aktivitas metodologis anggota. Dengan kata lain etnometodologi memusatkan perhatian pada organisasi organisasi kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, Etnometodologi bukanlah makrosoiologi dalam arti yang dimaksud Durkheim, tetapi bukan juga sebagai mikrososiologi. Sehingga etnometodologi memusatkan perhatian pada aktivitas sehari-hari individu.[2] Etnometodologi memiliki tiga dasar asumsi, yakni:
1.      Kehidupan sosial pada dasarnya tidak pasti; namun,
2.      Para pelaku tidak menyadari hal ini, karena
3.     Tanpa mereka ketahui, mereka memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk membuat dunia nampak sebagai tempat yang teratur.

B.     Diversifikasi Etnometodologi
Etnometodologi mula-mula “diciptakan” oleh Garfinkel di akhir tahun 1940an, tetapi barumenjadi sistematis setelah diterbitkan karyanya yang berjudul Studies in Ethnomethodology pada 1967. Setelah beberapa tahun etnometodologi tumbuh pesat dan berkembang ke berbagai arah yang berbeda. Hanya satu dekade setelah terbitnya Studies in Ethnomethodology, dan Zimmerman menyimpulkan bahwa ada beberapa jenis etnometodologi seperti “etnometodologi mencakup sejumlah penyelidikan yang kurang lebih berbeda dan ada kalanya saling bertentangan” (1978:6). Sepuluh tahun kemudian Atkinson (1988) menegaskan kurangnya koherensi dalam studi etnometodologi dan selanjutnya menyatakan bahwa ada beberapa etnometodologis yang menyimpang terlalu jauh dari premis-premis yang melandasi pendekatan ini.[3] Dengan demikian meski etnometodologi ini merupakan teori sosiologi yang sangat bersemangat, namun “mengindap penyakit” yang makin parah di tahun belakangan ini. Tak salah dikatakan bahwa etnometodologi, diversitasnya, dan problemnya, akan semakin banyak di tahun-tahun mendatang. Bagaimana juga, masalah pokok yang menjadi sasaran studi etnometodologi adalah berbagai jenis kehidupan sehari-hari yang terbatas. Karena itu akan semakin banyak studi makin banyak diversifikasinya dan makin “growing paints”.
1.        Studi Setting Institusional
Maynard dan Clyman melukiskan sejumlah karya variasi dalam etnometodologi, tetapi hanya ada dua jenis studi etnometodologi yang menonjol. tipe pertama adalah studi etnometodologi tentang setting institusional. Studi etnometodologi awal yang dilakukan oleh Garfinkel berlangsung dalam setting biasa  dan tak diinstitusionalkan seperti rumah, kemudian bergeser ke arah studi kebiasaan sehari-hari dalam setting institusional seperti dalam sidang pengadilan, klinik, dan kantor polisi.
Studi sosiologi konvensional seperti itu memusatkan perhatian pada strukturnya, aturan formalnya, dan prosedur resmi untuk menerangkan apa yang dilakukan orang didalamnya.
menurut pakar etnometodologi, paksaan eksternal tak memadai untuk menerangkan apa yang sebenarnya terjadi didalam institusi itu. Orang tidak ditentukan oleh kekuatan eksternal seperti itu, mereka menggunakan institusi untuk menyelesaikan tugas mereka dan untuk menciptakan institusi dimana mereka berada didalamnya.
Tujuan studi institusional adalah memahami cara orang, dalam setting institusional, melaksanakan tugas kantor mereka dan proses yang terjadi dalam institusi tersebut. Studi ini memusatkan perhatian pada strukturnya, aturan formal, dan prosedur resmi untuk menerangkan apa yang dilakukan orang di dalamnya. Dalam hal ini orang menggunakan prosedur yang berguna bukan hanya untuk kehidupan sehari-hari, tetapi juga untuk menghasilkan produk institusi.
Misalnya, tingkat angka kriminal disusun oleh kantor polisi bukan semata-mata karena akibat petugas mengikuti peraturan yang ditetapkan secara jelas dalam tugas mereka. Petugas lebih memanfaatkan prosedur berdasarkan akal sehat untuk memutuskan umpamanya apakah korban harus digolongkan sebagai korban pembunuhan. Jadi, angka kriminal seperti itu berdasarkan penafsiran pekerjaan dan profesional, dan pemeliharaan catatan kriminal seperti itu adalah kegiatan yang berguna untuk studi yang sebenarnya.[4]

2.        Analisis Percakapan
Percakapan adalah aktivitas interaksi yang menunjukkan aktivitas yang stabil dan teratur yang merupakan kegiatan yang dapat dianalisis. Analisis Percakapan (conversation analysis) memiliki tujuan untuk memahami secara rinci struktur fundamental interaksi melalui percakapan. Analisis percakapan lebih memusatkan perhatian pada hubungan antara ucapan dalam percakapan ketimbang hubungan antara pembicara dan pendengar.
Analisis Percakapan merupakan salah satu ranah yang paling berkembang dan paling kaya dalam etnometodologi. Analisis percakapan dianggap sebagai program yang penting dan paling sempurna dari etnometodologi. Praktek ini dibangun oleh Harvey Sack, di pertengahan tahun enam puluhan, dengan menjadikan percakapan sebagai tema utama penelitiannya.
Menurut Zimmerman, tujuan dari analisis percakapan adalah untuk memahami secara mendetail struktur fundamental dari interaksi percakapan. Lebih lanjut Zimmerman, merangkum dasar-dasar analisis percakapan dalam lima premis.
Pertama, Analisis percakapan mensyaratkan adanya kumpulan dan analisis data yang mendetail. Data ini meliputi tidak hanya kata-kata tetapi juga keragu-raguan, desah nafas, sedu sedan, gelak tawa, perilaku non verbal dan berbagai aktivitas lain. Semua itu menggambarkan perbuatan percakapan aktor yang terlibat.
Kedua, Bahkan detail percakapan harus dianggap sebagai suatu prestasi. Aspek-aspek percakapan tidak diatur oleh etnometodolog, aspek tadi diatur oleh aktivitas metodis dari para aktor itu sendiri. Ketiga, Interaksi pada umumnya dan percakapan pada khususnya mempunyai sifat-sifat yang stabil dan teratur hingga keberhasilan para aktor akan dilibatkan.
Keempat, Landasan fundamental dari percakapan adalah organisasi yang sequential. Kelima, Keterikatan bidang interaksi percakapan diatur dengan dasar lokal atau dengan bergilir.
Sebagai sebuah metode yang meletakkan studinya pada kegiatan manusia sehari-hari atas dasar commen sense, Etnometodologi melihat realitas common sense dan eksisitensi sehari-hari manusia merupakan kepentingan praktis dalam kehidupan sosial. Dalam melakukan kemampuan-kemampuan praktikalnya (kepentingan praktis) individu berpangkal pada sebauh pemahaman dan atau keyakinan akan fakta yang berdasar pada akal sehat dan kreasi.
Dilengkapi dengan pengetahuan akal sehat dan dengan kepercayaan (pemahaman) akan fakta, karakter teratur dunia, para anggota bergerak maju dan membuat setiap situasi dimana mereka berpartisipasi menjadi masuk akal. Etnometodologi menekankan bahwa setiap situasi sosial itu unik. Kata-kata yang diucapkan adalah indeksial (percakapan indeksial). Artinya bahwa kata-kata itu hanya masuk akal pada kesempatan atau waktu tertentu ketika mereka menggunakannya. Tetapi mereka juga menekankan bahwa para anggota, yang secara tidak disadari terlibat dalam mengidentifikasi keteraturan dan realitas objektif, memandang segala sesuatu secara berbeda. Mereka mengidentifikasi kesamaan suatu kejadian dengan kejadian lain. Mereka memilih dari semua hal yang terjadi disekitar mereka bukti yang mendukung pandangan bahwa hal-hal yang eksis atau yang terjadi adalah tipikal dunia. Bagi mereka, suatu situasi sosial adalah sebuah pelajaran, dan suatu pola dibangun padanya dengan menggunakan pengetahuan akal sehat.
Dengan pengetahuan akal sehat itu pula, jarak-jarak perbedaan persepsi tentang suatu kejadian diisi atau didekatkan dengan cara yang sama oleh pendengar-pendengar yang berbeda untuk meyakinkan diri mereka kembali bahwa sesuatu yang terjadi itu adalah sebagaimana nampaknya, dan merupakan kemampuan praktikal yang dilakuakan individu atas dasar kapasitas kreasi dan akal sehat.[5]

C.    Kritik terhadap Sosiologi Tradisional
Pakar etnometodolgi mengkritik sosiologi tradisional karena selalu menekankan perhatian pada dunia sosial. Mereka yakin, sosiologi belum cukup perhatian atau belum cukup menghargai fenomena kehidupan sehari-hari yang seharusnya menjadi sumber pokok pengetahuan sosiologi. Lebih ekstrem lagi, sosiologi telah menghilangkan aspek kehidupan sosial yang sangat esensial (etnometodologi) dan memusatkan perhatian pada dunia konsepsi yang menyembunyikan praktek kehidupan sehari-hari, karena keasikan pandangan mereka sendiri tentang kehidupan sosial, para sosiolog cenderung tak memahami realitas sosial dengan yang mereka kaji. seperti yang dikatakan Menhan dan Wood, “dalam upaya berperan sebagai ilmu sosial, sosiologi justru menjadi terasing dari kehidupan sosial”.
Hasil studi R.W. Mackay tentang sosialisasi anak-anak juga lebih bermanfaat sebagai kritik atas kekacauan topik dan sumber studi sosiologi tradisional. Mackay membandingkan pendekatan “normatif” sosiologi tradisional dengan pendekatan interpretatif etnometodologi. Pendekatan normatif menyatakan bahwa sosialisasi adalah semata-mata sederetan tahap dimana orang dewasa yang “sempurna” mengajarkan cara-cara hidup bermasyarakat kepada anak-anak yang “belum sempurna”. Mackay memandang ini sebagai “tafsiran” yang mengabaikan realitas bahwa sosialisasi sebenarnya menyangkut interaksi antara anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak tidaklah pasif, seperti wadah kosong. Anak-anak adalah partisipan yang aktif dalam proses sosialisasi karena mereka mempunyai kemampuan untuk menalar, menemukan, dan mempelajari pengetahuan. Mackay yakin orientasai etnometodologi “memperbaiki interaksi antara orang dewasa dan anak-anak berdasarkan kecakapan menafsirkan fenomena yang distudi”.[6]

D.    Ketegangan dan Tekanan dalam Etnometodologi
Selagi etnometodologi membuat langkah sehat dalam sosiologi terutama di bidang analisis percakapan, dan mampu menghimpun pengetahaun tentang dunia kehidupan sehari-hari, ada beberapa masalah yang patut diperhatikan.
1)   Etnometodologi kini jauh lebih diterima dibanding lalu, namun oleh kebanyakan sosiolog, etnometodologi masih dipandang dengan penuh kecurigaan. Para sosiolog memandang etnometodologi terlalu memusatkan perhatian pada masalah sepele dan mengabaikan masalah yang sangat penting yang dihadapi masyarakat kini. Jawaban pakar etnometodologi adalah bahwa mereka menganalisis masalah penting karena masalah kehidupan sehari-hari itulah yang terpenting untuk dikaji.
2)   Ada orang yang yakin bahwa etnometodologi telah melupakan akar fenomenologisnya dan mengurangi perhatiannya terhadap kesadaran dan proses kognitif. Pakar etnometodologi terutama pakar analisis percakapan lebih memusatkan perhatian pada “ciri struktur percakapan itu sendiri”
3)   Beberapa pakar etnometodologi telah memikirkan kaitan antara karya mereka (misalnya percakapan) dan struktur sosial lebih luas. Pakar etnometodologi cenderung memandang diri mereka menjembatani pemisahan analisis mikro-makro. Misalnya beberapa tahun yang lalu Zimmerman melihat perkawinan silang dengan sosiologi makro sebagai sebuah “pertanyaan terbuka” dan sebagai peluang yang menarik perhatian.
4)   Dari lapangan Pollner mengkritik etnometodologi karena kehilangan refleksivitas radikal aslinya. Refleksivitas radikal mengarah pada pandangan bahwa semua aktivitas sosial adalah prestasi, termasuk aktivitas pakar etnometodologi. Seperti dinyatakan Pollner, etnometodologi berada di pinggiran sosiologi.
5)   Meski dibahas di bawah judul yang sama, muncul kekhawatiran dalam hubungan antara etnomotodologi dan analisis percakapan.[7]










PENUTUP

Etnometodologi jelas memiliki cara pandang yang berbeda dengan teori struktural dan interaksionis dalam melihat realita sosial. Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa teori struktural melihat gambaran yang paling signifikan dari kehidupan sosial manusia adalah dalam kekuatan-kekuatan eksternal yang bersifat memaksa individu. Sehingga dalam memahami perilaku sosial harus dibangun pemahaman atas determinasi struktural dalam kehidupan manusia. Sementara bagi kalangan interaksionis, pelaku (individu) ditempatkan sebagai objek perioritas. Sehingga teori ini membangun pemahaman dengan terlebih dahulu memahami tindakan-tindakan sosial individu.
Bagi etnometodologi, minat dan kepentingannya berbeda. Satu-satunya yang dapat dideskripsikan dengan pasti dalam kehidupan sosial adalah semua yang dilakukan individu secara bersama dalam kesehariannya yang berpangkal pada akal dan kreasi. Akahirnya, etnometodologi sampai pada sebuah keyakinan bahwa pendekatan ini mampu menunjukkan kebenaran tentang apa yang individu bangun melalui upaya mereka sendiri.















DAFTAR PUSTAKA

http://al-fikar.blogspot.co.id/2014/01/etnometodologi.html
Ritzer. George dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, 2010, Jakarta : Kencana.
Ritzer. George, Teori Sosiologi, 2012, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.




[1] George Ritzer dan Douglass J Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana. hlm : 322
[2] Ibid, 322-333
[3] George Ritzer. 2012. Teori Sosiologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. hlm : 671-672
[4] Ibid, 326-327
[5] George Ritzer. Ibid, : 673-675
[6] Ibid, 348-349
[7] http://al-fikar.blogspot.co.id/2014/01/etnometodologi.html, diakses pada tanggal 08 November 2016 pukul 12.30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar