Senin, 12 Desember 2016

Makalah Falsafah Kesatuan Ilmu



KLASIFIKASI SAINS DALAM PEMIKIRAN AL - GHAZALI
Makalah
Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah  : Falsafah Kesatuan Ilmu
Dosen Pengampu : Dr. Ilyas Supena 
Disusun Oleh :
Laini Latifah                         (1501046010)
Dwi Aprillia Hapsari             (1501046011)
Muhammad Marzuki            (1501046012)

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
PENDAHULUAN
I.                   Latar Belakang
            Filsafat atau falsafah berasal dari perkataan Yunani Philosophia berarti cinta kebijaksanaan (philen = cinta dan shopia = kebijaksanaan). Jadi kata filsafat berarti mencintai atau lebih suka terhadap kebijaksanaan. Orang yang disebut Philosophos yang dalam Bahasa Arab disbut failasuf. Sutan Takdir Alisyabana menyatakan bahwa filsafat berarti alam berpikir dan berfilsafat adalah berpikir. Tetapi tidak semua kegiatan berpikir disebut filsafat. Berpikir yang disebut filsafat adalah berpikir dengan insaf, yaitu berpikir dengan teliti dan menurut satuan aturan yang pasti  Harun Nasution mengatakan bahwa intisari filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bahasa (tidak terkait dengan tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya hinggaan sampai ke dasar-dasar persoalan. Ini sesuai dengan tugas filsafat yaitu mengetahui sebab-sebab sesuatu, menjawab pertanyaan-pertanyan fundamental dan pokok-pokok serta bertanggungjawab, sehingga mencegah masalah-masalah yang di hadapi.
            Seringkali seseorang menelaah penafsiran filsafat tentang Islam dari agama dan selalu berupaya menemukan penafsiran filsafat dalam penafsiran kalangan para filosof. Ketidak yakinan telah memperoleh sesuatu yang berarti dalam masalah. Sesungguhnya kebanyakan perhatian terpusat pada masalah-masalah klasik yang terdapat pada pemikiran Yunani. Imam al-Ghazali sendiri pada kenyataannya adalah seorang filosof hakiki-seorang filosof besar dan Ia mengambil peranan unttuk mengeksposnya dalam wujud yang asli lagi kukuh. Dalam beberapa segi, ia memang seorang filosof antara lain : penulis kitab-kitab, orang yang meyakinkan dengan berpendapat hakikat tasawuf, seorang filosof agama.
II.                 Rumusan Masalah
A.    Bagaimana Sirah al-Ghazali ?
B.     Bagaimana Pemikiran Filsafat Al Ghazali ?
C.     Apa Saja Karya-Karya yang Pernah Ditorehkan Oleh Al Ghazali ?
D.    Bagaimana Klasifikasi Ilmu menurut Al Ghazali ?
PEMBAHASAN

A.    Sirah al-Ghazali
Sebelum membicarakan sebab yang mendorong al-Ghazali berpendapat dengan para filosof, maka ada baiknya penulis menjelaskan lebih dahulu sirah al-Ghazali, sehingga kedudukan Tahafut akan lebih jelas dalam sirahnya yang singkat ini.
Abu  Hamid Muhammad Ibn Muhammad al-Ghazali lahir pada tahun 450 H./ 1058 M. di Thus (wilayah Khurasan), dan dikota ini ia meninggal dan dimakamkan pada tahun 505 H./ 1111 M. Pada usia kanak-kanak, ia belajar ilmu fiqih di Kota Thus pada imam ar-Razakani, dan selanjutnya ia pindah ke Naisabur dimana ia belajar pada imam al-Haramain Abu al-Ma’ali al- Juwaini. Ia sangat menonjol kemahirannya dalam ilmu  kalam Asy’ari. Sehingga merupakan seorang yang paling mahir bernalar dalam zamannya.” Kemudian ia pindah ke Mu’askar dimana ia berhubungan dengan Nizamu’l-Mulk, Perdana Mentri Bani Saljuk mengangkatnya menjadi pengajar (guru besar) di Universitas an-Nizamiyyah di Baghdad.
Ia digelar dengan Hijjatu’l-Islam karena pembelaannya yang mengagumkan terhadap agama. Al- Ghazali sangat produktif dalam menulis; ilmunya sangat luas, dan setiap ilmu yang ditulis adalah hujjaah : bagus  pemaparanya, jelas gaya bahasanya, tegas kesimpulannya serta kuat dalilnya. Ia juga menulis dalam filsafat yang telah diterjemahkan ke bahasa Latin dan telah memperoleh popularitas yang luas di Eropa. Ia memaparkan sejumlah ilmunya yang mewarnai zamannya, dan berbagai mazhab dan sekte yang penting. Dalam kitab al-Munqidz, ia telah berjalan  sampai ke akhir jalan dengan menghabiskan hidupnya dalam tasawuf karena dapat mengantarnya kepada hakikat dan menyampaikan orang kepada keyakinan.[1]
Al Ghazali setelah wafatnya mendapat gelar “Hujjatul Islam” dari dunia Islam, ini berarti umat Islam mengakui bahwa amal dan ilmu Al Ghazali selama hidupnya merupakan hujjah pembelaan yang berhsil menentang anasir-anasir luar yang membahayakan kepercayaan umat Islam. Al Ghazali dianggap telah berhasil membela kemurnian agama Islam dari dua macam serangan.[2]
Pertama : Serangan dari dunia filsafat yang telah menjadikan ilmu tentang Ketuhanan itu berupa pengetahuan yang akali semata-mata dan mereka memberikan gambaran tentang Ketuhanan yang membingungkan kepercayaan umat Islam umumnya.[3]
Kedua: Al Ghazali dianggap telah berhasil memberikan tuntunan yang sesuai dengan syariat Islam terhadap perkembangan mystiek (Tasawuf) dan kebatinan (batiniah) yang keterlaluan dan membahayakan amal syariat Islam.[4]

B.     Pemikiran Filsafat menurut Al Ghazali
Untuk mengenal pemikiran filsafat Al Ghazali perlu meninjau empat unsur yang ditentang dan juga keempatnya mempengaruhi  pemikiran filsafat dalam mencapai kebenaran :
1.      Unsur pemikiran kaum Mutakalimin
2.      Unsur pemikiran kaum filsafat
3.      Unsur kepercayaan kaum Bathiniah
4.      Unsur kepercayaan kaum sufi
Mula-mulanya Al Ghazali memdalami pemikiran kaum mutakalimia dengan egala macam aliranya. Kemudian Al Ghazali melihat betapa perbedaan-perbeaan itu terjadi karena berlainan dari segi mana mereka memandang soalnya masing-masing. Al Ghazali tidak puas dengan dalil-dalil Mutakalimin saja. Lalu beliau mendalami pelajaran filsafat. Beliu mempelajari karangan-karangan ahli filsafat terutama karangan Ibnu Sina.
Al Ghazali (1050-1111) juga berpendapat terbagi tiga, ruh tumbuh-tumbuhan, ru binatang, dan ruh manusia. Manusia mempunyai tiga ruh itu. Dalam hal ruh ini Al Ghazali memperbedakan antara ruh dan nafs. Ruh adalah yang terdaapat dalam tumbuh-tumbuhan, binatang, dan ,manusia, sedangkan nafs khusus ada dalam manusia. Ruh kelihatannya bagi Al Ghazali mempunyai arti nyawa. Nafs, mengandung arti jiwa yang memnpunyai daya berpikir. Nafs mempunyai dua daya: praktis yang menggerakan badan manusia dalam perbuatan-perbuatannya, dan teoritis yang menangkap pengetahuan yang terlepas dari materinya. Al Ghazali berpendapat bahwa tugas daya praktis ialah berusaha mengontrol badan manusia, teoritis akan mendekatkan ke hal yang mendekatkan manusia kepada Tuhannya. Nafs merupakan suatu subtansi yang berdiri sendiri. Dan nafs dijadikan atau diciptakan Tuhan tiap kali ada manusia yang lahir ke dunia ini.[5]
Setelah dipelajari filsafat dengan seksama, Al Ghazali mengambil kesimpulan bahwa mempergunakan akal semata-mata dalam hal ke Tuhanan seperti menggunakan alat yang tidak mencukupi kebutuhan.[6]
Tidak puas dengan hasil-hasil filsafat itu Al Ghazali menyelidiki pula pendapat aliran Bathiniah. Penganut aliran ini berpendirian  bahwa ilmu yang sejati atau “ Kebenaran yang mutlak” itu hanya dapat diturunkan  daripada “Imam yang Ma’sum” yang suci dari tersalah dan dosa. Tidak ada pengikut Bathiniah yang tahu dimana tempatnya dan bila bisa ditemui. Al Ghazali akhirnya menyimpulkan bahwa  Imam Ma’sum kaum Batiniah itu hanyalah “tokoh” yang ideal saja, hanya ada dalam yanggapan tidak ada dalam amalan kenyataan (realitas) ini.[7]
Belum puas dengan ketiga penyelidikan itu , Al Ghazali meninggalkan urusan keduniaan dan mulai mengikuti aliran tasawuf. Dalam gerakan tasawuf ini Al Ghazali mendapat hakikat kebenaran yang dicari dan di selidikinya. Alghazali menghadapkan seluruh hati dan kemauannya hanya kepada tuhan semata-mata, Al Ghazali merasa dengan cara berpikir menjadi sangat jernih dan dengan tasawuf ini Al Ghazali merasa dibukakan oleh Tuhan suatu pengetahuan ajaib yang belum pernah beliau alami sebelumnya. Al Ghazali menganggap pengetahuan itulah sebagai hakikat kebenaran yang Al Ghazali cari.[8]
Al Ghazali menyebut dua buah metode untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran. Pertama Al Ghazali biasanya menyebut-nyebut metode ini dalam menerangkan sifat manusia sebagai keutuhan yang telah sempurna atau dalam menerangkan kesatuan eksistensi, metode ini dapat menunjukan pandangan filsafat Al Ghazali, dimana subtansi dan metode hampir tidak dapat dipisahkan. Kedua; metode yang kebanyakan subtansinya tidak berada diatas kemampuan untuk memahami dari manusia-manusia kebanyakan, metode ini mempelajari hal-hal sederhana yang dapat dikomunikasikan dalam bentuk bahasa. Al Ghazali tidak pernah berpretensi untuk menyatakan kebenaran di dalam totalitasnya maupun mencoba untuk mengajukan “bukti-bukti” mengenai adanya Allah.[9]
Sebagian orang menganggap bahwa Al Ghazali bukan seorang ahli filsafat (filosuf) tetapi adalah seorang ahli Tsawuf (sufi). Alasannya kaeran Al Ghazali dalam bukunya “Tahafatul Falasifah” telah menentang dengan terang-terangan  hasil-hasil filsafat Yunani dan golongan Islam sendiri, dan terang-terangan pula menganggap bahwa “akal” dan “filsafat” bukanlah alat paling utama baginya. Memang benar mystiek atau tasawufumumnya lebih memakai “perasaan” daripada “pemikiran” akan tetapi dalam tasawuf Al Ghazali lebih tampak faktor pemikiran dari pada perasaan. Hal mana sesuai dengan tuntunan ayat-ayat Al-Qur’an tentang pentingnya faktor akal[10]
Iradat Tuhan
Mengenai kejadian alam dan dunia, Al Ghazali berpendapat bahwa dunia ini berasaal dari iradat (kemauan) tuhan semata-mata,tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Iradat Tuhan adalah mutlak, bebas dari ikatan waktu dan ruang. Tetapi dunia yang diciptakan itu seperti yang ditangkap dan dikesankan pada alam (intelek) manusia terbatas dalam ruang dan waktudan termasuk dalam pengertian materialis. Al Ghazali menganggap bahwa Tuhan adalah trancendent, akan tetapi kemauannya (iradatnya) adalah immanent di atas dunia ini dan sebab hakiki dari segala kejadian. Tuhsn bukan memindahkan soal yang satun (faktor penyebab) kepada soal yang lain (faktor akibat) tetapi Tuhan Menciptakan dan menghancurkan dan akhirnya menciptakan hal yang baru sama sekali dalam pengertian  sebab kepada akibat itu.
C.    Karya-karya Al – Ghazali
Dalam perjalanan hidup yang cukup singkat, Imam Al-Ghazali banyak menyimpan rahasia yang terkandung dalam berbagai karya yang ditinggalkan untuk dikaji lebih lanjut dan mendalam untuk memahami pemikirannya. Sulaiman Dunya menyatakan dan mencatat bahwa karya tulis Imam Al-Ghazali mencapai kurang lebih 300 buah. Ia mulai mengarang bukunya pada usia dua puluh lima tahun ketika masih berada di Nisabur. Adapun waktu yang dipergunakan untuk mengarang adalah selama tiga puluh tahun. Hal ini berarti dalam setiap tahun ia menghasilkan karya tidak kurang dari sepuluh buah (Kitab / Buku) besar dan kecil dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, diantaranya sebagai berikut :
a.       Kelompok Ilmu Kalam dan Filsafat
1.      Maqashid Al-Falasifah
2.      Tahafut Al-Falasifah
3.      Al-Iqtishad fi Al-I’tiqad
4.      Al-Munqid min Adh-Dhalal
5.      Maqashid Asma fi Al-Ma’ani, Asma Al-Husna
6.      Faishal At-Tafriqat
7.      Qisthas Al-Mustaqim
8.      Al-Musthaziri
9.      Hujjat Al-Haq
10.  Munfashil Al-Khilaf fi Ushul Ad-Din
11.  Al-Muntahal fi Ilm Al-Jadal
12.  Al-Madinum bin Al-Ghair Ahlihi
13.  Mahkum An-Nadhar
14.  Ara Ilmu Ad-Din
15.  Arba’in fi Ushul Ad-Din
16.  Iljam Al-Awam ‘an Ilm Al-Kat
17.  Mi’yar Al-‘Ilm
18.  Al-Intishar
19.  Isbat An-Nadhar
b.      Kelompok Fiqh dan Ushul Fiqh
1.      Al-Basith
2.      Al-Wasith
3.      Al-Wajiz
4.      Al-Khulashah Al-Mukhtasar
5.      Al-Mustashfa
6.      Al-Mankhul
7.      Syifakh Al-‘Alil fi Qiyas wa Ta’lil
8.      Adz-Dzari’ah Ila Makarim Al-Syari’ah
c.       Kelompok Tafsir
1.      Yaqul At-Ta’wil fi Tafsir At-Tanzil
2.      Zawahir Al-Quran
d.      Kelompok Ilmu Tasawuf dan Akhlak secara integral bahasanya (kalam, fiqh, dan tasawuf)
1.      Ihya’ ‘Ulum Ad-Din
2.      Mizan Al-Amanah
3.      Kimya As-Sa’adah
4.      Misykat Al-Anwar
5.      Muhasyafat Al-Qulub
6.      Minhaj Al-Abidin
7.      Ad-Dar Fiqhiratfi Kasyf ‘Ulum
8.      Al-Aini fi Al-Wahdat
9.      Al-Qurbat Ila Allah Azza wa Jalla
10.  Akhlak Al-Abrar wa Najat min Al-Asrar
11.  Bidayat Al-Hidayat
12.  Al-Mabadi wa Al-Hidayah
13.  Nashihat Al-Mulk
14.  Talbis Al-Iblis
15.  Al-‘Ilm Al-Laduniyyah
16.  Ar-Risalat Al-Laduniyyah
17.  Al-Ma’khadz
18.  Al-‘Amali
19.  Al-Ma’arij Al-Quds
Berbagai karya Imam Al Ghazali yang multidisipliner tersebut, membuktikan bahwa Imam Al Ghazali merupakan pemikir kelas dunia yang amat berpengaruh, baik bagi kalangan para tokoh ulama klasik maupun para intelektual modern dewasa ini.[11]
D.    Klasifikasi Ilmu menurut Al Ghazali
Imam Al Ghazali mendapat perhatian yang besar dari para ulama Islam karena kedalamannya dalam berbagai bidang ilmu. Upaya menguak hakikat ilmu terlihat dalam pembahasan awal kitabnya yang sangat terkenal, Ihya Ulumuddin. Ia mencoba membuat sebuah klasifikasi ilmu mutakhir berdasarkan pengamatannya pada pekerjaan ulama terdahulu dalam bidang yang sama. Sebelum al-Ghazali, beberapa ulama seperti al-Kindi dan al-Farabi pernah membuat klasifikasi ilmu pengetahuan.
Secara umum menurut Imam Al Ghazali, Ilmu terbagi menjadi dua klasifikasi diantaranya Ilmu Muamalah dan Ilmu Mukasyafah.
a.       Ilmu Muamalah
Ilmu Muamalah adalah ilmu mengenai keadaan hati yang mengajarkan nilai-nilai mulia dan melarang tindakan yang melanggar kesusilaan pribadi dan etika sosial syari’ah. Ilmu muamalah terdiri dari ilmu fardhu ‘ain dan ilmu fardhu khifayah. Ilmu Fardhu ‘Ain sendiri hanya membahas ilmu Syari’ah yang mengetahui perkara halal dan haram serta mengetahui perkara yang halal dan haram dalam bermuamalah. Sedangkan Ilmu Fardhu Khifayah adalah ilmu yang wajib dipelajari oleh sebagian masyarakat Islam, bukan seluruhnya.

b.      Ilmu Mukasyafah
Ilmu Mukasyafah merupakan ilmu yang langsung diberikan oleh Allah SWT dengan perantara pengilhaman, kepada hati orang Mukmin yang bersih. Ilmu mukasyafah diperoleh dengan cara membersihkan hati, tobat, iman, dan takwa. Disebut ilmu mukasyafah karena pengetahuan ini lebih pada pengalaman yang menimbulkan sebuah kesadaran.[12]






PENUTUP
Dari uraian diatis dapat ditarik kesimpulan bahwa Al-Ghazali adalah seorang teolog sekaligus seorang pemikir Islam yang banyak menyumbangkan pikirannya sampai ke generasi sekarang.
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, tentunya makalah ini jauh dari kata sempurna. Kami sadar ini adalah proses dalam menempuh dari pembelajaran. Untuk itu, kami berharap kritik dan saran yang bisa membangun demi kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.















DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Daudy, Segi-Segi Pemikiran Falsafi Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), 1984
Hasbullah Bakry, Di Sekitar Filsafat Skolastik Islam, ( Jakarta: Tintarnas Indonesia ), 1973
Harun Nasuttion, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang), 1973
Ali Issa Othman, Manusia Menurut Al Ghazali, (Bandung: Perpustakaan Salman ITB), 1981
Hakim Atang Abdul, Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi, (Bandung: Pustaka Setia), 2008
Himawijaya, Mengenal Al Ghazali, (Bandung: DAR! Mizan), 2004


[1] Ahmad Daudy,Segi-Segi pemikiiran Falsafi Dalam Islam, (Jakarta: bulan bintang, 1984),hlm 59-61
[2] Hasbullah Bakry, Di Sekitar Filsafat Skolastik Islam, ( Jakarta: Tintarnas Indonesia, 1973), hlm 49
[3] Ibid, Hasbullah Bakry, hlm 49
[4] Ibid, Hasbullah Bakry, hlm 49
[5] Harun Nauttion, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm 86-87
[6] Ibid, Hasbullh Bakry, hlm 50
[7] Ibid, Hasbullh Bakry, hlm 50
[8] Ibid, Hasbullh Bakry, hlm 51
[9] Ali Issa Othman, Manusia Menurut Al Ghazali, (Bandung: Perpustakaan Salman ITB, 1981), Hlm 177-178
[10] Ibid, Hasbullh Bakry, hlm 51
[11] Drs. Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Hlm. 470-471
[12] Himawijaya, Mengenal Al Ghazali, (Bandung: DAR! Mizan, 2004), Hlm. 107

Tidak ada komentar:

Posting Komentar